Minggu, 17 Juni 2012

Tafsir Surat al-’Ankabuut: 1-7 (Jangan Hanya Sekedar Mengklaim Beriman)

Banyak manusia yang mengklaim dirinya telah beriman tetapi pada kenyataannya ia jauh dari disebut sebagai orang beriman. Apakah klaim seperti itu sudah cukup? Apa rahasia di balik adanya ujian bagi umat manusia? Silahkan ikuti selanjutnya!

Alif laaf miim,[1]. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?[2]. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,[3]. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami ? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu,[4]. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang.Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui,[5]. Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta,[6]. Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan,[7]

MAKNA GLOBAL AYAT

Alif Laam Miim, hanya Allah yang Maha mengetahui maksudnya. Demikianlah pendapat Salaf mengenai huruf-huruf seperti ini, yaitu menyerahkan ilmunya hanya kepada Dzat Yang menurunkannya (Allah SWT).

Firman-Nya, (Apakah manusia itu mengira* bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’), yakni mereka hanya cukup mengatakan seperti itu. (sedang mereka tidak diuji lagi? ) ; bahkan seharusnya diuji dengan beban-beban syari’at yang berat seperti hijrah, jihad, shalat, puasa, zakat, meninggalkan syahwat dan sabar terhadap derita. Sekali pun ayat ini diturunkan secara khusus kepada orang seperti ‘Ammar bin Yasir, Bilal dan ‘Iyasy, namun ia bersifat umum sebab yang menjadi tolok ukurnya adalah makna umum lafazhnya bukan kekhususan pada sebab terjadinya. Dalam ayat ini, lafazhnya bersifat umum, sebab bila huruf “al” dirangkai dengan (ditambahkan pada) ism al-Jins (kata benda yang menunjukkan jenis sesuatu, yakni: kata Naas) maka maknanya mencakup semua elemen-elemennya alias siapa saja jenis/golongan manusianya.

Firman-Nya, (Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang** sebelum mereka); yakni dari umat-umat terdahulu. Dengan begitu, maka ini merupakan sunnah yang akan terus terjadi pada umat manusia, dan tidak seorang pun yang terhindar darinya.

Firman-Nya, (Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar): dalam keimanan mereka. Yakni, Allah menampakkan hal itu*** dan memberitahukan perihalnya secara terbuka (dipersaksikan) setelah Dia mengetahuinya sebelum membuatnya ada (menciptakannya ke alam nyata) di mana Dia menakdirkan hal itu dan mencatat kadar segala sesuatu, yaitu dengan cara mengembankan beban syari’at kepada mereka, untuk selanjutnya mereka jalankan apa yang diembankan kepada mereka tersebut, baik berupa Af’aal (perbuatan-perbuatan) atau Turuuk (larangan-larangan, pantangan) yang sulit-sulit. Sebab, hijrah, jihad dan zakat adalah Af’aal sementara meninggalkan riba, zina dan khamar adalah Turuuk.

Firman-Nya, (Dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta) ; di mana mereka mengaku beriman namun ketika diuji dengan beban-beban syari’at tersebut, nyatanya mereka tidak melakukannya sehingga tampaklah ketikdaktulusan mereka. Sungguh klaim bahwa mereka itu beriman adalah dusta belaka.

Firman-Nya, (Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? )****; kata Hasiba maknanya Zhanna (kedua-duanya bermakna: mengira, menyangka).

Firman-Nya, (Orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu); yaitu berupa kesyirikan dan perbuatan-perbuatan maksiat.

Firman-Nya, (Bahwa mereka akan luput dari (azab) Kami? ); yakni luput dari Kami lalu Kami tidak menimpakan azab terhadap mereka.?

Firman-Nya, (Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu); yakni terhadap diri mereka sendiri. Buruknya ketetapan mereka itu karena ia mengandung kerusakan sebab mereka melakukan itu berdasarkan perkiraan/persangkaan mereka bahwa Allah Ta’ala tidak mampu memberikan sanksi hukum apa-apa terhadap mereka padaha Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Mereka juga mengira bahwa Dia tidak mengetahui perbuatan mereka padahal Dia atas segala sesuatu Maha Mengetahui.

Firman-Nya, (Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang); yakni yang mengharap pertemuan dengan Allah. Artinya, beriman dan menjadi cita-citanya pertemuan dengan Allah. Hal ini terjadi pada hari Kiamat kelak, karena itu hendaklah ia mengetahui bahwa waktu yang dijanjikan Allah itu pasti akan datang. Dan untuk itu pula, hendaklah ia bersiap-siap menyongsong pertemuan dengan-Nya dengan melakukan hal yang selaras dengan itu, yaitu beriman dan beramal shalih setelah menghindarkan diri dari syirik dan amalan yang rusak. Dari sini, klaim seseorang bahwa ia berharap pertemuan dengan Rabbnya sekali pun belum beramal shalih, ia akan tetap diberi pahala adalah klaim yang tidak benar. Allah Ta’ala berfirman mengenai hal ini di dalam surat al-Kahf, “Barangsiapa mengharap pertemuan***** dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”

Firman-Nya, (Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui); yakni Dia Ta’ala Maha Mendengar semua ucapan para Hamba-Nya, Maha Mengetahui niat-niat dan perbuatan-perbuatan mereka. Klaim iman dari seorang hamba baik secara zhahir maupun bathin, tidak ada artinya selama ia tidak membuktikannya, yaitu dengan iman dan jihad terhadap musuh****** secara zhahir dan bathin.

Firman-Nya, (Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri); yakni manfa’at ibadah ini akan kembali kepada si hamba itu sendiri sedangkan Allah tidak membutuhkan secara mutlak akan perbuatan hamba-Nya. Inilah yang ditunjukkan ayat, (Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta); yakni para malaikat, manusia, jin dan seluruh makhluk sebab semua yang selain Allah adalah alam semesta.

Firman-Nya, (Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka); ini merupakan janji dari Allah Ta’ala kepada siapa saja hamba-Nya yang beriman. Hal ini karena keimanan dan amal shalihnya baik berupa perbuatan atau pun larangan/pantangan di mana Dia Ta’ala menghapuskan dosa-dosanya yang dulu diamalkannya sebelum Islam dan sesudahnya. Pengertian “Dia menghapuskan dari mereka dosa-dosa mereka” adalah Dia menutupinya dan tidak menuntut mereka dengan hal itu (dosa-dosa itu) seakan mereka tidak pernah melakukannya.

Firman-Nya, (Dan benar-benar akan Kami beri mereka); yakni atas amal-amal shalih mereka.

Firman-Nya, (Balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan); yakni dengan sebaik-baik amalan yang pernah mereka lakukan sehingga menjadi berlipat-lipat ganda besarnya. Ini semua itu berkat kemuliaan-Nya atas para hamba-Nya yang shalih agar Dia membalas kebaikan itu dengan beratus-ratus lipat ganda.

Tidak ada komentar: